Saturday 11 July 2015 0 comments

Pagi, Penduduk Bumi!

http://hdwallpapersfit.com/wp-content/uploads/2015/02/good-morning-wallpapers-flowers.jpg

Aku berterima kasih pada hari yang senantiasa datang bersama pagi
Pada sunyi yang berjanji riang di pagi buta
Pada mentari yang datang menyapa lagi, dan lagi
Pada air yang menyentuh bumi
Pada angin yang bersahaja menyimpan makna
Lagi, pada angin subuh yang menggigit tubuh kami
Nanti, pada angin yang melayangkan doa rahasia
Pada awan yang 'masih' saja menggantung asa

Berjanjilah, Alam
Biarlah kami memohon sejuk memeluk kami
Biarlah kami menyambut hari dengan pasti
Biarlah kami menghirup pelan nafas suci, pada kebaikan
Biarlah alas kaki kami menjadi bukti bisu, pada kefanaan

Lagi, berjanjilah
Biarlah kebenaran menjadi abadi, sampai nanti
0 comments

Hati yang (akan) Menyatu



Tanpa tahu, 
Bunga semula menutup, tegas membuka jari-jari lentiknya
Merekah, tanpa peduli makhluk lain mengadu acuh
Kokoh, menghias, menghambur suci demi abadi

Bukankah, keluarga berarti sama
Ikatan suci, berjanji untuk setia, tanpa peduli
Hidup di sela-sela sunyi, atau mati di sela-sela bunyi

Tanpa tahu, matahari bersaksi atas pertemuan kini
Menyapu asa yang terluka, lalu mengobati atas jiwa-jiwa yang pergi
Membungkusnya dengan pelangi, hingga suatu saat nanti
Awan membawanya pergi, bersumpah menghadap hujan
Yang satu hari, akan mengumbar pelangi

Langit juga telah berjanji,
Menaungi hati-hati yang telah menyerap duka, suka juga tawa
Tanpa tahu, tanpa tahu
Satu waktu, Dia menyatukan, kembali.
0 comments

SAYA (NOSTALGIA)


Akhirnya saya punya karya! Ya, sejak libur sekolah ini saya memikirkan bagaimana memanfaatkan libur menjadi produktif. Tapi ternyata setelah browsing di internet, akhirnya saya menemukan event lomba puisi nasional bertemakan keluarga. Wah, kesempatan emas! Tidak peduli mau menang ataupun kalah.

Sampai akhirnya saya menatap layar laptop dengan gamang. Bingung, mau menulis apa, lantaran tidak terlalu suka dengan tema itu. Ya, saya ini terlahir dari keluarga yang tidak utuh. Dari kecil saya hanya merasakan kasih sayang ibu. Bagaimana dengan ayah? Saya hanya tersenyum tipis, tidak mau banyak komentar. Saya bahkan merasa tidak pernah punya ayah. Saya hanya menganggapnya sebagai 'ayah' tetapi bukan ayah. Itu bukan tindakan durhaka, sama sekali. 

Saya tidak mau menulis banyak hal disini, takut itu rahasia keluarga, tidak boleh sembarangan menulisnya. Sejak kecil, saya seorang pendiam. Bahkan ketika TK saja, saya hanya mempunyai satu orang teman dekat, perempuan, sebut saja Suci namanya. Kami berteman sangat baik. Namun, dia jarang datang ke sekolah, tidak tahu apa penyebabnya, saya mengira dia sering sakit. Alhasil, saya duduk sendirian, tanpa teman. Ketika istirahat, saya hanya berdiri sambil menyender ke dinding dekat taman bermain. Saya kurang suka berbaur dengan banyak orang. 

Sedikit bercerita, ketika ada pesta ulang tahun teman TK, sebut saja Dinda. Saya diundang, begitupun Suci dan teman-teman lain. Waktu itu, saya bertanya ke Suci,

'Eh, Suci, datang nggak?'

'Hmm, aku nggak tahu, Cici ikut?' Dia malah bertanya balik.

'Aku ikut kalo kamu ikut! Aku nggak berani sendirian'
Dengan polosnya saya bilang begitu.

'Yaudah, aku ikut' 

Saya tersenyum pulas ketika dia bilang mau ikut. Kali ini, saya membatin, saya memang tidak bisa hidup tanpa dia. Sayangnya, ketika masuk sekolah Dasar, saya kehilangan jejaknya. Sampai sekarang pun, saya tidak tahu dimana keberadaannya. Mungkinkah dia telah meninggal, karena Tsunami ataukah masih hidup. Saya berjanji suatu saat saya akan mencarinya lagi. 

Di esde, kelas satu dan dua saya selalu masuk sepuluh besar, Alhamdulillah. Sejujurnya saya anak yang tekun, kenapa tidak, saya telah bisa membaca sebelum masuk TK. Buku-buku cerita mini telah saya lahap sebelumnya. Saya sangat suka belajar apapun. Namun, sejak naik ke kelas tiga esde, saya mulai tidak memperdulikan sekolah lagi, belajar saya tinggalkan, buku saya lupakan. Saya tidak suka membaca lagi juga tidak pernah mendapatkan sepuluh besar. Masalah keluarga lagi penyebabnya, orang tua makin sering berdebat.  Saya pun tidak tahu harus bagaimana, begitupun kakak-kakak saya. 

Hingga akhirnya, kami semua bersepakat membujuk Ibu agar berpisah dengan Ayah. Tepat tiga tahun yang lalu, mereka akhirnya berpisah. Ibu dan saya pun memutuskan untuk pindah menyusuli kedua saudara saya di luar. Begitulah, people change, so does life.

Ohya, saya lupa, tentang puisi yang akan saya kirim itu tentu saja tentang keluarga, akan tetapi lebih diubah sedikit sesuai dengan keadaan kebanyakan keluarga utuh. Tidak terlalu spesial memang, tetapi bagi saya puisi ini lebih mengajari saya untuk memahami arti keluarga yang sebenarnya nanti ketika saya berkeluarga. 

Dugaan saya puisi itu tidak mungkin masuk antologi. Namun, takdir berucap lain, Alhamdulillah puisinya masuk antologi, walau masuk urutan ke duapuluh lima dari duaratus, tapi itu sudah lumayan bagi penulis pemula. (Yaajadeh)




Saturday 13 June 2015 0 comments

The Last Goodbye





I saw the light fade from the sky
On the wind I heard a sigh
As the snowflakes cover
My fallen brothers
I will say this last goodbye

Night is now falling
So ends this day
The road is now calling
And I must away

Over hill and under tree
Through lands where never light has shone
By silver streams that run down to the sea

Under cloud, beneath the stars
Over snow and winter's morn
I turn at last to paths that lead home

And though where the road then takes me,
I cannot tell
We came all this way
But now comes the day
To bid you farewell

Many places I have been
Many sorrows I have seen
But I don't regret
Nor will I forget
All who took that road with me

Night is now falling
So ends this day
The road is now calling
And I must away

Over hill, and under tree
Through lands where never light has shone
By silver streams that run down to the sea

To these memories I will hold
With your blessing I will go
To turn at last to paths that lead home

And though where the road then takes me,
I cannot tell
We came all this way
But now comes the day
To bid you farewell

I bid you all a very fond farewell 
(The Hobbit: The Battle of The Five Armies)
Friday 12 June 2015 0 comments

Dengarkan angin yang berbisik lembut itu, wahai Kawan!

Beberapa hari yang lalu, saya mendengar percakapan sebagian my dear sisters in Islam, kira-kira begini:

A: Aku tuh nggak suka pake rok, baju gamis-lah atau sejenis gitu, aku itu tomboy, nggak suka style yang terlalu cewek! 

B: Iya yah, aku juga kurang suka, nggak bebas banget jadinya, mau kemana-mana juga susah, berasa kita harus jadi kalem, dan aku mah nggak gitu orangnya. Banyak banget batasannya .. Aneh banget jadinya

C: Aku lebih suka pakai celana begini, bebas kalau mau kemana-mana, dan yang pastinya nggak terlalu kecewe-cewe-an banget.. Terus kaya ibu-ibu udah tua yaa..

Dan saya yang sedang mendengar percakapan itu di sebalik layar hanya tertawa geli dalam hati. Saya belum berani menyampaikannya secara langsung, takut mereka sakit hati. Saya hanya bisa berdoa supaya diberi petunjuk untuk saya dan my dear sisters in Islam.

Tapi singkatnya begini wahai pembaca yang budiman dan my dear sisters in Islam, coba pikirkan matang-matang sekali lagi, ayo kita bertafakur sejenak sendirian saja, jangan libatkan hawa nafsu syaitan, hanya kau dan Allah swt. Pikirkan sekali lagi, dengarkan angin yang berbisik lembut ke telinga masing-masing, bukankah, bukankah lebih terlihat elegan, anggun, dan terlihat perkasa jika kau mengenakan baju yang lebih longgar dan sesuai syariat, khimar yang menutupi dada dibandingkan baju dan celana ketat yang membaluti auratmu, ingat, bukan menutupi auratmu yang malahan lebih terlihat kecewe-cewe-an karena mengundang nafsu lelaki yang melihatmu? Astaghfirullah...

Ingatlah, sesungguhnya Allah swt telah berfirman dalam surah An-Nuur ayat 31:

“katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka atau wanita-wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan, janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”

Pernah diteliti oleh ahli kesehatan bahwasanya orang yang sering memakai celana ketat dan sejenisnya berdampak buruk bagi kesehatan yaitu salah satunya timbul jamur, keputihan, dan gatal-gatal juga pada organ kewanitaan. Makanya, ayo pelan-pelan kita mulai memakai pakaian muslimah yang betul-betul yang disyariatkan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Mau menunggu dihijabin syari dulu, alias dikafanin?

Wallahu A'lam..









Thursday 21 May 2015 0 comments

Reminder (for me)

I have done horrible things
And displeased Him
I have wronged my soul
Through all my sins.

And yet He lets me
Stay in this world
Giving me blessings
I don't even deserve.

Then how can someone
Not be grateful to Him,
The All-Merciful, Ar-Rahim?





(I just found it on Instagram)






Thursday 23 April 2015 0 comments

Crossroads

                                       


Apa yang kucari sebenarnya?

Dahulu, seorang hamba tabah menegurku
Bertanya akan jalan persimpangan
Juga bilang kemanakah aku melangkah

Terdiam, layaknya tegangan kecil
Bibir kaku

Apa yang kucari sebenarnya?

Jam-jam melayang laju di atas awan
Dan aku masih terpaku dalam bimbang
Di suatu persimpangan jalan yang sulit kupilih

Apa yang kucari sebenarnya?

Mohon, tanyakan pada hati
Mohon, ketuk pintu pemilik kuasa


Mohon, beritahu aku

#Wa'asaaantakrahusyaiawwahuwakhairullakumWa'asaaantuhibbusyaiawwahuwasyarrullakumWallahuya'lamuwaantumlaata'lamuun


(HA)
Malam, 23 April 2015, di sela-sela jam kosong.


Wednesday 18 March 2015 0 comments

Tuhan, aku hanya takut-bermimpi.

Juli nanti saya genap berusia 18 tahun. Entah apa yang saya lakukan sepanjang umur itu. Saya merasa hina kali ini. Orangtua yang belum maksimal saya bahagiakan. Dan pada waktu sekarang, saat ini, saat purnama menyentuh bumi. Saya merasakan hal ini; 

Kaki yang terus mendesak pergi, tanpa tahu kemana arah langkahnya;

Mata yang terus dikhianati, tanpa tahu apa kejujuran yang dicari;

Begitu pula dengan hati, mulai memaksakan diisi, tanpa tahu penakluk yang dinanti;

Pun jantung yang terus berdegup kencang, tanpa tahu Apa maknanya

Tuhan, saya hanya. Takut. Bermimpi. Hanya. 

Ah, sudahlah. Saya percaya janji-janji Allah. 

Cukup. 

(HA)
Sunday 11 January 2015 0 comments

Lucid Dream

Tubuhnya ringkih terhuyung, jatuh
alasannya satu, terlalu banyak bermimpi

bermimpi akan kebesaran
bermimpi akan hatinya dicuri

hanya ingin sepotong kenyataan, kata perempuan itu

Pilihan; menyalahi takdir,
murka langit; iblis tertawa

jalankan saja, matanya berbicara
lilin nyala jika ada api

langit telah berjanji
Saturday 10 January 2015 0 comments

Catatan untuk hari ini





You need to find what you love to do,
and make people pay you for doing that.


0 comments

Hujan musim dingin

----Kami titipkan pesan kepada awan, harap-harap hujan membawa balasannya.

Kabar baiknya, delapan Januari kemarin hujan musim dingin membawa balasannya. Jawaban atas rindu kami.

Rindu kami terbalas.

Alhamdulillah 'ala kulli halin wa ni'matin, syukran wa jazakumullah khairan Kak Iyah dan keluarga yang sudah berkunjung kesini, walaupun sebentar, tidak sampai dua jam, setidaknya rindu kami terlepaskan.

Terima kasih telah menjadi potongan cerita indah dalam hidup kami, terima kasih telah membuat cerita indah dalam hati kami. Terima kasih, terima kasih telah menjadi bagian di dalamnya.


 
;