Monday 24 February 2014 0 comments

Heran

Ada keheranan sendiri mendengar suara itu, ibarat bulan yang meminjam cahaya matahari di malam, lalu mengembalikannya di petang. Setelah itu, Ya hilang seketika.
dan juga bagai kayu dengan sebilah pedang untuk menebasnya. Bagian pohon itu ditebasnya oleh manusia antah berantah, lalu pergilah dua makhluk itu entah kemana.

"Sungguh, kemanakah orang-orang dengan sekuntum mawar ditangannya? orang-orang yang menjanjikan kebaikan dulu? mereka diam, hilang tanpa jejak, sekadar menyapa pun tak."

"Aku heran, kemanakah sang pemimpi? aku tergugu melihat foto kenangan itu, foto di memori otak yang tak akan hilang, kalaupun hilang, dia bisa kembali lagi. Dia tak akan tersesat."

"Aku juga heran dengan kawan juang, mereka mengaku setia, tapi... Lihatlah!! Dia pergi tanpa pamit, kau lihat itu? Kaupun sama. Sama seperti mereka.



Tertanda,

Hythara Afhrast.
0 comments

Antara air terjun dan ikan salmon

Derasnya air terjun menghempas batu-batu coklat tua di sekelilingnya.
Ikan-ikan salmon bergerak dari bawah, sembunyi, bergerak lagi..
buih-buih oksigen makin meramaikan suasana.
Lantas salmon itu terbang kemudian meluncur.

Terkadang dalam hidup, aku lebih memilih menjadi ikan salmon daripada air terjun.
kenapa? sebab kecepatan ikan salmon mengalahkan kecepatan air terjun. Salmon mengejutkan semua orang. Salmon datang sekali-sekala, membuat penasaran semua makhluk. Dia datang tiba-tiba, meluncur setinggi-tingginya. Sedangkan derasnya air terjun akan memunculkan kebosanan tersendiri bagi yang melihatnya, air terjun itu tujuannya hanya kebawah, kadang ketika dia sampai di bawah, air itu bisa saja salah arus, yang seharusnya dia ke kanan, malah bergeser ke kiri.
Untukku, jangan pernah menjadi seperti air.


Salam,

Hythara Afhrast.
0 comments

Sebuah Harapan Untuk Sepotong Hati Yang Rapuh

Sebuah harapan..
tak terkendali lagi rasanya
Detik-detik masa berlalu
pohon-pohon waktu rontok satu persatu
bagaikan pohon yang gugur pada musimnya.

Hilang..
hilang seketika..
sajadah biru melentang panjang sampai ke kutub Utara.
matahari tak berhenti mengusap kulit.
panas..
tak tertahankan..

Sungguh, aku tak lebih dari sebuah awan..
awan hanya tersapu dengan angin kencang
awan yang bermimpi menjadi langit.
biru terbentang kuasa penuh
tak memikirkan siapa pun di bawahnya..
tapi tidak se egois itu bukan?

Terlentang menghadap ke langit..
berdiri di hadapan-Nya..
selayaknya aku harus hidup sampai sang pencipta memanggilku.
entah dengan panggilan suci atau panggilan terhitam, terpanas
seperti lahar panas yang keluar karena erupsi.
Lava yang mengguncang magma.

Aku terdiam..
tersipu malu sekejap..
kemudian pergi..
Awan biru ?


Cairo, tanggal tak diketahui.
Hythara Afhrast.
 
;